Sudut Opini – Kepemimpinan kepala daerah memiliki peranan strategis dalam menentukan arah pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Di Bondowoso, peran ini diemban oleh Bupati yang terpilih melalui proses demokratis dengan visi dan misi yang dijanjikan kepada rakyat. Namun, di tengah masa kepemimpinannya, muncul pertanyaan mendasar: sudah sejauh mana janji-janji politik itu diwujudkan?

Dalam konteks demokrasi, janji politik adalah kontrak moral antara pemimpin dan masyarakat. Ia bukan sekadar slogan kampanye, tetapi merupakan pijakan arah kebijakan yang harus dijalankan dengan komitmen tinggi. Ketika Bupati Bondowoso tidak menunjukkan progres yang signifikan dalam pembangunan daerah, publik tentu berhak mempertanyakan komitmennya terhadap visi-misi yang dulu dikampanyekan.

Tanda-tanda bahwa pembangunan daerah berjalan di tempat bisa dilihat dari kebijakan yang itu-itu saja, pelayanan publik yang kurang inovatif, serta tidak adanya perubahan besar di sektor penting seperti jalan, sekolah, ekonomi masyarakat, dan cara pemerintah bekerja. Kalau visi seperti “Bondowoso Berkah” (jika itu memang slogannya) cuma jadi kata-kata tanpa bukti nyata di lapangan, lama-lama masyarakat akan kehilangan kepercayaan.

Dalam pendekatan administrasi publik, pemimpin daerah idealnya mampu menggerakkan seluruh potensi dan sumber daya daerah untuk mencapai target-target pembangunan yang konkret dan berkelanjutan. Namun, ketika visi dan misi hanya menjadi dokumen seremonial tanpa eksekusi nyata, maka sesungguhnya kita sedang menghadapi krisis kepemimpinan.

Janji yang tidak ditepati juga mencerminkan lemahnya integritas dan akuntabilitas. Berdasarkan teori kontrak sosial, masyarakat memilih Bupati untuk membawa perubahan dan menjawab kebutuhan riil warga. Ketika janji hanya menjadi alat politik untuk meraih kekuasaan, maka konsekuensinya adalah krisis legitimasi. Gejala ini tampak dari meningkatnya apatisme politik, rendahnya partisipasi publik, dan skeptisisme terhadap institusi pemerintahan.

Di Bondowoso, kepercayaan terhadap pemerintah daerah harus dijaga agar tidak tergerus lebih dalam. Kepercayaan publik adalah fondasi bagi stabilitas sosial dan keberhasilan pembangunan. Jika bupati gagal menjaga kredibilitasnya, maka risiko polarisasi sosial, konflik horizontal, dan stagnasi ekonomi sangat mungkin terjadi.

Karena itu, masyarakat Bondowoso tidak boleh tinggal diam. Peran masyarakat sipil, akademisi, media lokal, hingga tokoh masyarakat menjadi penting untuk terus mengawasi jalannya pemerintahan. Evaluasi terhadap pelaksanaan visi dan misi harus dilakukan secara terbuka, berbasis data, dan disampaikan secara objektif. Transparansi anggaran dan capaian program wajib dikedepankan agar publik dapat menilai, apakah janji itu ditepati atau hanya menjadi cerita politik lima tahunan.

Sudah saatnya Bupati Bondowoso menunjukkan kepemimpinan yang progresif, bukan sekadar administratif. Bondowoso butuh pemimpin yang bekerja, bukan hanya berjanji. Karena sejatinya, rakyat tidak menagih kata-kata, melainkan hasil nyata.

 

Imam Jakfari

Sekretaris Umum HMI Cabang Bondowoso

 

*) Konten di Sudut Opini merupakan tulisan opini pengirim yang dimuat oleh Redaksi Sudut Nusantara News

Tags:Bupati BondowosoImam JakfariMenagih Janjisudut opiniVisi Misi