Jember, sudutnusantaranews.com — Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember tengah menggagas langkah-langkah untuk menata keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di sekitar Alun-alun Jember.
Salah satu rencananya adalah memindahkan para pedagang ke sepanjang Jalan Kartini dengan konsep streetfood. Hal tersebut dilakukan untuk menanggapi berbagai keluhan masyarakat ke Pemkab Jember.
“Banyak sekali usulan kepada kami untuk menertibkan PKL di alun-alun, tetapi kami tidak bisa menertibkan begitu saja. Mereka bekerja, mereka punya keluarga, ini urusan perut, ini urusan kehidupan mereka,” ungkap Bupati Jember Muhammad Fawait dalam agenda Pro Gus’e pada 21 Mei 2025 lalu.
Menanggapi rencana tersebut, Lembaga Riset dan Edukasi PAR Alternatif Indonesia mengingatkan pentingnya pengaturan yang jelas disertai upaya pemberdayaan agar kebijakan ini tidak merugikan para pedagang.
Menurut Koordinator Riset Hukum dan Politik PAR Alternatif Mohamad Roky Huzaeni penanganan PKL sudah memiliki dasar hukum yang jelas melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun 2012.
Dia menegaskan, pemerintah daerah wajib melakukan pendataan dan pemberdayaan sebelum melakukan relokasi atau penertiban.
“PKL yang dipindahkan harus jelas lokasinya dan didata usahanya. Pemerintah daerah juga harus menetapkan daerah yang bisa ditempati PKL sesuai aturan daerah yang berlaku. Jangan sampai PKL dipindahkan tanpa ada penataan dan pembinaan,” jelasnya, Rabu (28/5/2025).
Terkait rencana pemindahan ke Jalan Kartini, Roky kembali menggarisbawahi pentingnya akurasi data dan pengawasan ketat agar tidak muncul kembali PKL liar di sekitar Alun-alun Jember.
“Harus ada regulasi yang jelas dan pemerintah daerah bertanggung jawab dalam pemberdayaan, misalnya melalui penyuluhan, peningkatan usaha, dan akses modal,” ujarnya.
Roky juga menyoroti persoalan premanisme yang kerap menghantui para PKL. Ia meminta pemerintah daerah memastikan pengamanan serta akses fasilitas umum agar aktivitas PKL tidak menimbulkan gangguan bagi masyarakat.
“Pemerintah daerah harus hadir untuk mengatur, memberdayakan, sekaligus mengamankan PKL agar mereka bisa berusaha tanpa gangguan, terutama dari preman yang kadang memakai atribut ormas,” imbuhnya.
Selain itu, Roky menekankan bahwa PKL yang tidak terdata dan melanggar ketentuan dapat ditindak sesuai hukum, meskipun sanksi detailnya belum secara eksplisit diatur.
“Penting bagi pemerintah daerah untuk menciptakan solusi yang tidak hanya memindahkan tapi juga memberikan jaminan keberlangsungan usaha bagi PKL,” tegasnya. (Ahmad/SNN)