Yogi Pratama Ketua Umum PGK: Menyoroti Demo 3 September Mendatang, Tuntutannya Syarat Politisasi

Yogi Pratama, Ketua Umum Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) dan Mantan Ketua HMI Badko Jatim. (27/8/2025), (Dok. Istimewa)

Surabaya, sudutnusantaranews.com – Menjelang rencana aksi demonstrasi yang akan digelar pada 3 September 2025 di Surabaya dengan tuntutan penghapusan pajak, pengusutan dugaan korupsi dana hibah, dan pemberantasan pungli di sekolah, kritik tajam disampaikan oleh Yogi Pratama, Ketua Umum Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) dan Mantan Ketua HMI Badko Jatim. (27/8/2025)

Yogi menilai bahwa ketiga tuntutan tersebut bersifat populis, tidak realistis, dan berisiko memecah belah masyarakat jika tidak disikapi secara objektif.

Read More

“Aksi unjuk rasa adalah hak warga negara. Namun jika tuntutannya tidak berdasarkan realita kebijakan dan data yang valid, maka justru bisa menyesatkan publik,” ujar Yogi saat ditemui di Situbondo, Selasa (27/8/2025).

Kritik Terhadap 3 Tuntutan Aksi

Penghapusan Pajak: Tuntutan yang Tidak Berdasar

Yogi menjelaskan bahwa pajak adalah instrumen utama pendanaan pembangunan di Indonesia, termasuk untuk layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, hingga infrastruktur.

“Menghapus pajak bukan solusi, itu justru ancaman terhadap pelayanan publik. Yang perlu kita dorong adalah pengelolaan pajak yang transparan dan akuntabel,” tegas mantan Ketua HMI Badko Jatim itu.

Menurutnya, tuntutan seperti ini menunjukkan minimnya pemahaman ekonomi dan hanya menjadikan isu pajak sebagai alat agitasi.

Korupsi Dana Hibah: Harus Diuji Secara Hukum, Bukan Lewat Tuduhan Umum

Menanggapi isu korupsi dana hibah, Yogi menekankan pentingnya pendekatan hukum. Ia mengingatkan bahwa tudingan tanpa bukti berpotensi menjadi fitnah yang merusak citra lembaga dan tokoh tanpa proses pembuktian.

“Kalau memang ada pelanggaran, silakan laporkan ke KPK, BPK, atau Kejaksaan. Tapi jangan membawa isu hibah sebagai komoditas politik tanpa data,” katanya.

Pungli Sekolah: Masih Ada, Tapi Sedang Ditindak Tegas

Soal pungli di sekolah, Yogi mengakui masih ada kasus yang muncul. Namun ia menyatakan bahwa pemerintah daerah dan dinas pendidikan terus berupaya menanggulangi lewat pelaporan publik, audit, dan pengawasan saber pungli.

“Tidak semua sekolah melakukan pungli. Jangan digeneralisasi. Kita butuh peran orang tua dan masyarakat dalam pengawasan, bukan hanya demo,” tambahnya.

Himbauan untuk Tidak Turun ke Jalan

Melihat konteks tuntutan dan potensi disinformasi di balik rencana aksi 3 September, Yogi secara terbuka menghimbau agar masyarakat tidak ikut serta dalam demonstrasi tersebut.

“Saya mengajak warga Jatim untuk tidak ikut aksi demo yang hanya membuang energi dan bisa menimbulkan ketegangan sosial. Mari jaga kondusifitas bersama,” ujarnya.

Ia juga mengajak mahasiswa dan aktivis untuk memilih jalur dialog dan diskusi kebijakan secara intelektual ketimbang turun ke jalan dengan tuntutan yang tidak substansial.

“Aspirasi rakyat harus disuarakan dengan bijak dan bermartabat. Bukan dengan tekanan massa tanpa arah yang jelas,” tegas Yogi.

Perkuat Peran Masyarakat Lewat Jalur Konstitusional

Yogi Pratama menegaskan bahwa semua isu yang menjadi perhatian masyarakat—baik pajak, korupsi, maupun pungli—perlu diselesaikan melalui sistem yang telah tersedia.

“Kita punya lembaga audit, lembaga penegak hukum, sistem pengaduan online, bahkan media sosial. Ayo gunakan semua itu untuk perbaikan. Tidak semua masalah harus dibawa ke jalanan,” ujarnya.

Yogi menyampaikan bahwa Jawa Timur selama ini dikenal sebagai provinsi dengan stabilitas sosial yang baik dan semangat gotong royong tinggi. Ia berharap semua pihak menjaga suasana agar tetap damai dan kondusif menjelang akhir tahun.

“Jawa Timur adalah rumah kita bersama. Mari kita rawat dengan kedewasaan, bukan keributan,” pungkasnya. (Ahmad/SNN)

Related posts