Bubarkan DPD RI: Penikmat Pajak Rakyat, Kinerjanya Apa?

Imam Al Qudsi Direktur Bidang Riset dan Inovasi Bakornas LEMI PB HMI (Dok. Istimewa)

Sudut Opini – Pada awal tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Raka Buming Raka membuat sebuah kebijakan, yaitu Presiden RI Prabowo subianto melakukan instruksi untuk efisiensi anggaran, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 diterbitkan sebagai langkah konkret untuk memastikan efisiensi belanja dalam pelaksanaan APBN dan APBD. Presiden mengamanatkan seluruh kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah untuk menyesuaikan anggaran mereka dengan kebijakan ini, bahkan beberapa pos belanja harus dikurangi hingga 90%. 

Kebijakan ini sangatlah tepat untuk mengalihkan anggaran yang kurang bermanfaat di lembaga-lembaga negara, anggaran negara yang dialihkan untuk kesejahteraan masyarakat dan berdampak langsung kepada masyarakat seperti MBG, Bansoso, bantua rumah subsidi, dan berbagai macam perogram pemerintah yang lain dan berdampak langsung kepada masyarakat, bisa dikatakan bukti nyata presiden prabowo bahawa kesejahteraan warga negara menjadi tujuan utama dalam kepemimpinannya. 

Read More

Dalam sepekan ini kita lihat gejolak yang terjadi di Republik ini, demo secar besar-besaran dari kalangan Mahasiswa baik intra maupun ekstra kampus, Buruh, Petani dan OKP (Organisasi Kepemudaan). Demo kali ini berjenjang dimulai dari tanggal 25, 28 Agustus samapi 3 september, dan itu terjadi di semua wilayah mulai  dari pusat kota hingga ke daerah-daerah, Kita lihat betapa tragis dan mencekamnya situasi saat itu dan membawa duka yang mendalam.  

Setelah mengikuti rangkaian aksi demonstrasi pada waktu itu saya mengamati dan membaca semua tuntutan dari berbagai kalangan aksi demonstran, salah satunya dari tuntutan aksi demonstran tersebut adalah batalkan kenaikan tunjangan DPR RI, kenaikan tunjangan DPR RI ditengah intruksi kebijakan pemerintah terkait efisiensi anggaran, dinilai tidak tepat dan menimbulkan kesenjangan yang luar biasa ditengah krisis ekonomi dan angka penganguran yang sangat tinggi. sehingga mengundang kemarahan masyarakat. Namun saya rasa ada satu lembaga negara yang luput dari tuntutan aksi demonstran, Yaitu DPD RI (Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia).  

DPD RI Selama ini Kinerjanya Apa? 

Pada dasaranya keberadaan DPD RI dalam desain bangunan ketatanegaraan Indonesia dimaksudkan untuk menjembatani aspirasi lokal kedaerahan dengan kebijakan pembangunan nasional, Dengan demikian kepentingan dan aspirasi lokal dapat terintegrasi dan selaras dengan kebijakan pusat. Pada awal rencana pembentukannya, DPD RI dimaksudkan sebagai salah satu kamar lain di parlemen di samping DPR bisa disebut bikameral (sistem parlemen dua kamar). Namun dalam perkembangannya dalam pembahasan PAH I BP MPR periode 1999-2004, DPD yang dimaksudkan sebagai wakil masyarakat daerah hanya dibentuk sebagai lembaga pendukung bagi DPR.   

Dengan begitu tidak mengherankan bila lembaga seperti Dewan Perwakilan Daerah RI (DPD RI) tersebut hanya dibekali dengan kewenangan terbatas. Profesor Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa keberadaan DPD hanyalah sebagai co-legislator ketimbang peran sebagai legislator sesungguhnya.

Wajar saja jika hari ini kita melihat bahwa kewenangan dari DPD RI sangatlah terbatas kurangnya kemandirian hukum bahkan bisa dibilang DPD hanyalah lembaga “Formalitas nyaris tidak ada gunanya dan menghabiskan anggaran negara, lembaga yang tak ada gunanya, bubarkan saja” 

Mengutip dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2008 tentang Hak Keuangan Administrasi bagi Ketua, Wakil Ketua, dan anggota DPD serta Mantan Ketua Wakil dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah Beserta Janda Dudanya mengatur besaran gaji dan tunjangan DPD RI.

Jika diakumulasikan Take Home Pay anggota DPD RI kurang lebih 59.000.000 Juta Rupiah, bayangkan saja jika 59.000.000 Juta Rupiah tersebut dikalikan 136 anggota DPD RI totalnya 8.024.000.000 milair jika dikalikan 12 bulan atau satu tahun sekitar 96.288.000.000 Miliar jumlah ini sangat fantastis sekali yang salurkan oleh anggaran negara kepada DPD dengan tugas dan wewenang yang tak jelas, harusnya bisa didistribusikan, dialihkan untuk program yang lain dan berdampak pada kesejahteraan masyarakat.

Bukan hanya itu, anggota DPD RI juga melakukan kunjungan dapil dan reses yang tidak jelas berapa nominalnya. Selain itu kabarnya anggota DPD RI juga memperoleh anggaran untuk pemeliharaan rumah dinas dan perlengkapan rumah.  

Jika dilihat kontribusi dan peran DPD RI dengan gaji sebegitu besarnya, tentu ini tidak patut, mereka menikmati gaji yang sangat tinggi namun kinerjanya tidak ada, belum lagi fasilitas di kantornya sangat mewah bahkan tersedia “kursi pijat” layaknya raja yang menikamti fasilitas mewah dari penderitaan rakyat, terlepas fasilitas itu tidak terpakai karena jarang sekali anggota DPD yang masuk untuk ber-kantor, justru ini sungguh-sungguh pemborosan anggaran Negara. 

Saya berharap DPD RI ini juga menjadi koreksi dan evaluasi, jika perlu dibubarkan saja.  Bukan tanpa alasan sebuah opini ini saya buat, melainkan ini adalah sebuah keresahan yang mengganggu pikiran bagaimana mungkin ada lembaga negara yang banyak menghabiskan anggaran negara namun tugas dan wewenagnya tidak jelas (abu-abu) ini menjadi benalu bagi bangsa ini. 

Semoga terus berbenah dan evaluasi setiap institusi terkait lebih-lebih adalah DPD RI, seperti dalam frasa Al-Qur’an “Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur” yang artinya negeri yang baik dan subur dengan Tuhan Yang Maha Pengampun, jika tidak ideal adanya institusi DPD RI “Bubarkan saja”.

 

Imam Al Qudsi Direktur Bidang Riset dan Inovasi Bakornas LEMI PB HMI 

 

*) Konten di Sudut Opini merupakan tulisan opini pengirim yang dimuat oleh redaksi Sudut Nusantara News (SNN)

Related posts