Mahasiswa Hukum Jakarta: Akan Gelar Aksi ke-3 Rabu Besok, Copot Direktur PT MRT Jakarta

Abdi Maludin Kordinator Lapangan lakukan konsolidasi bersama mahasiswa hukum universitas bung karno untuk persiapan aksi ke 3 besok rabu (Dok. Istimewa)

Jakarta, sudutnusantaranews.com – Bahwa pada hakikatnya, pengelolaan aset publik oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) seperti PT MRT Jakarta wajib berorientasi pada pelayanan publik dan pemberdayaan ekonomi masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Namun, kebijakan di bawah Direktur Utama PT MRT Jakarta, Tuhiyat, dalam pengelolaan kawasan komersial Plaza 2 Blok M sejak Januari 2025, justru telah memutus rantai ekonomi masyarakat, khususnya pelaku UMKM, melalui kenaikan tarif sewa yang sangat eksorbitan dan pengabaian prinsip tata kelola yang baik (good governance). Permasalahan tersebut menunjukkan kegagalan kepemimpinan yang tidak hanya melanggar asas-asas hukum administrasi negara, tetapi juga mengancam keberlangsungan ekonomi rakyat kecil.

Bahwa sejak pengambilalihan pengelolaan Plaza 2 Blok M dari PT Lestari Angkasa Lestari, PT MRT Jakarta di bawah pimpinan saudara Tuhiyat menetapkan skema sewa baru yang menggantikan iuran kebersihan dan keamanan (IKK) dengan tarif sewa resmi berkisar Rp300.000 hingga Rp1,5 juta per bulan per kios, sebagaimana diakui dalam pernyataan resmi PT. MRT Jakarta. Namun, melalui perantara Koperasi Pedagang Pusat Pasar Melawai Blok M (Kopema), pedagang ditagih hingga Rp2- 4,5 juta per bulan, bahkan mencapai Rp15 juta untuk dua kios dalam periode Juli- Agustus 2025. Kenaikan ini tidak disertai sosialisasi yang dilakukan secara transparan dan menyelurh melainkan dilakukan secara sepihak, sehingga melanggar Pasal 17 ayat (1) UU No. 20/2008 yang mewajibkan fasilitasi dan perlindungan terhadap UMKM, termasuk akses pembiayaan dan kemudahan usaha.

Read More

Lebih lanjut, tindakan PT MRT Jakarta memutus aliran listrik terhadap kios-kios pada Mei 2025, sebagaimana dialami pedagang seperti Yazid, merupakan pelanggaran berat terhadap Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, yang menjamin hak atas perlakuan adil dalam hubungan ekonomi. Tindakan ini sangat bertentangan dengan asas proporsionalitas dan kepastian hukum dalam hukum administrasi, karena dilakukan tanpa mediasi atau pemberitahuan tertulis, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah. Direktur Utama PT. MRT Jakarta Tuhiyat, sebagai penanggung jawab utama telah gagal menjalankan pengawasan terhadap Kopema, yang diduga menyalahgunakan wewenang dengan menagih di luar kesepakatan kontraktual, sehingga menciptakan kerugian material bagi pedagang hingga puluhan juta rupiah per hari.

Bahwa Farchad Mahfud, yang menjabat Direktur Pengembangan Bisnis PT. MRT Jakarta sejak 5 Februari 2021, diduga melakukan pelecehan seksual terhadap mantan sekretaris pribadinya, berinisial PAA. Namun, hingga kini, tidakan-tindakan proaktif dari Tuhiyat untuk menangani dugaan ini, seperti penonaktifan sementara Farchad atau pembentukan tim investigasi internal tidak ada seolah-olah Tuhiyat sengaja menlindungi kejahatan yang dilakukan oleh anggota direksinya. Sikap ini mencerminkan pembiaran dan melindungi pelaku pelecehan seksual, yang tidak hanya merusak reputasi MRT, tetapi juga memperkuat persepsi bahwa institusi ini abai terhadap keadilan gender dan perlindungan terhadap Hak-Hak para perempuan/pekerja.

Bahwa pernyataan Tuhiyat yang mengaku “tidak mengetahui” kenaikan tarif oleh Kopema adalah pengakuan implisit atas kelalaian pengawasan, yang bertentangan dengan asas akuntabilitas sebagaimana termaktub dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Sebagai Direktur Utama, Tuhiyat memiliki kewenangan dan kewajiban untuk memastikan transparansi kontrak dan pengelolaan aset, termasuk memantau pihak ketiga seperti Kopema. Pengabaian ini memperkuat adanya praktek maladministrasi di tubuh PT. MRT Jakarta.

Tuntutan:

  1. Menuntut Gubernur Pramono Anung untuk segera mencopot Tuhiyat dari jabatannya sebagai Direktur Utama PT MRT Jakarta atas kegagalannya dalam mengawasi kerja sama dengan koperasi yang menyebabkan tarif sewa kios melonjak hingga Rp4,5 juta per bulan. Ketidakmampuan ini telah merugikan pedagang UMKM dan merusak citra kawasan TOD.
  2. Mendesak Gubernur Jakarta untuk segera memerintahkan PT MRT untuk membatalkan kerja sama dengan koperasi yang telah dengan sengaja melanggar kesepakatan tarif sewa (Rp300.000 untuk anggota, Rp1,5 juta untuk non-anggota). Kenaikan tarif secara sepihak telah mencekik para pedagang dan juga sebagai bukti nyata dari keserakahan dan ketidakpatuhan PT. MRT Jakarta
  3. Menuntut Gubernur Jakarta untuk segera membentuk tim audit independen untuk menyelidiki seluruh proses kerja sama antara PT MRT dengan koperasi, termasuk dugaan penyalahgunaan wewenang, kolusi, atau praktik korupsi yang dilalukan oleh direksi PT. MRT sehingga menyebabkan kenaikan tarif sepihak.
  4. Mendesak PT MRT untuk memberikan kompensasi finansial dan nonfinansial kepada pedagang UMKM yang terpaksa menutup kios akibat tarif sewa yang tidak manusiawi. Kompensasi ini harus mencakup kerugian usaha, biaya relokasi, dan dampak psikologis akibat pengelolaan yang buruk dari PT MRT. Pedagang tidak boleh menjadi korban kelalaian dan kecerobohan Direktur serta manajemen PT MRT.

Mendesak Gubernur Jakarta untuk segera mencopot jajaran direksi dan manajamen PT. MRT atas kelalaian dan ketidak-profesionalnya dalam mengelola PT. MRT Jakarta. (Hadi/SNN)

Related posts