DPR RI Komisi IV; Menyoroti Karhutla Monitoring System di Riau

Petugas Gabungan Polri dan TNI saat memadampkan kebakaran hutan. (Dok. Istimewa)

Jakarta, sudutnusantaranews.com – Komisi IV DPR menyoroti pemerintah belum mengoptimalkan data yang dihasilkan Karhutla Monitoring System (KMS). Hal ini membuat langkah antisipatif meluasnya kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) gagal dilakukan.

Wakil Ketua Komisi IV Alex Indra Lukman menilai tak bisa digunakannya helikopter water boombing milik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau, jadi catatan minus lain. Akibatnya pemadaman karhutla hanya bisa dilakukan personel darat dengan segala keterbatasannya.

Read More

“Kami mendoakan personel Manggala Agni beserta TNI, Polri, BPBD, dan relawan lain yang berjuang memadamkan kobaran api di darat, semuanya telah berjibaku menjinakan kobaran api yang bahkan dilakukan dengan tongkat, karena tak tersedianya sumber air di sekitar lokasi Karhutla,” kata Alex dalam pernyataan tertulis, Minggu (20/7/2025).

Alex menyampaikan hal ini merespon terdapatnya 694 titik panas di seluruh provinsi di Pulau Sumatera berdasarkan catatan Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru, Sabtu (19/7/2025).

Menurut BMKG Pekanbaru, Provinsi Riau menyumbang hampir 40 persen dari total keseluruhan titik panas di Pulau Sumatera (259 titik panas). Provinsi lainnya, Sumatera Utara (192 titik) dan Sumatera Barat (104 titik).

Ada dua kabupaten di Riau menjadi penyumbang terbesar titik panas, yakni Rokan Hulu dengan 107 titik panas dan Rokan Hilir dengan 95 titik panas. Menyusul di bawahnya adalah Kota Dumai dengan 17 titik panas, Kabupaten Siak 15 titik, dan Kampar 10 titik.

“Titik panas di Provinsi Riau, juga jadi pemicu kabut asap, yang berdasarkan citra satelit pada Minggu, 20 Juli 2025, telah sampai ke Malaysia pada siang dan sore hari,” ujar politikus PDIP ini.

Seharusnya, Alex menambahkan, peningkatan kuantitas titik panas sudah bisa terbaca oleh teknologi KMS, yang mampu melahirkan data secara real time dan presisi tinggi.

Diketahui, sistem KMS melibatkan Global Forest Watch Fires (GFW-Fires); yaitu sebuah platform online untuk memonitor dan merespon karhutla di Asia Tenggara. KMS bekerja berdasarkan citra satelit dengan resolusi tinggi dari DigitalGlobe (penyedia citra satelit terkemuka).

Alex mengingatkan persoalan karhutla terjadi setiap tahun. Oleh karena itu ia meminta Badan Pengelola REDD+ membuktikan memang bermanfaat.

Penegakan hukum menjadi penting mengingat kondisi suhu hampir seluruh Pulau Sumatera dalam posisi meningkat. Di beberapa titik, melampaui rata-rata 10 tahun terakhir untuk suhu harian.

“Saatnya pula, data BP REDD+ ini digunakan untuk penegakan hukum terkait karhutla yang telah jadi langganan di Provinsi Riau,” ia menegaskan. (jay)

Related posts