Sumenep, sutnusantaranews.com – Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kabupaten Sumenep akan melahap lahan sekitar 110 hektar atau 1.100.000 m², termasuk membuat alih fungsi lahan perkebunan hijau dan matinya produktivitas hortikultura.
Mega proyek tersebut rencananya akan dibangun di Desa Ketawang Laok dan Guluk-Guluk, Kecamatan Guluk-Guluk dan memang ditargetkan beroperasi pada triwulan keempat (Oktober, November dan Desember 2025).
Rencana alih fungsi lahan perkebunan hijau dan pemangkasan produktivitas hortikultura telah menimbulkan penolakan yang masif oleh beberapa kalangan, dengan mempertimbangkan implikasi ekologis pada masyarakat sekitar rencana pembangunan PLTS.
Ketua Bidang Pembinaan Anggota (PA) HMI Cabang Sumenep, Moh. Muhlis mengungkapkan bahwa rencana pembangunan mega proyek PLTS tidak boleh dilanjutkan karena beberapa alasan seperti alih fungsi lahan besar-besaran, dampak ekologis seperti banjir dan keterbatasan air bersih serta matinya lahan perkebunan hijau dan produktivitas hortikultura.
“Rencana pembangunan mega proyek PLTS yang akan dilaksanakan di Desa Ketawang Laok dan Guluk-Guluk, Kecamatan Guluk-Guluk harus dihentikan, karena melihat pembabatan lahan yang besar-besaran, dan berakibat pada alih fungsi lahan serta mematikan lahan produktif perkebunan warga dan merusak kegiatan hortikultura. Selain itu, dampak kerusakan lingkungan akan dirasakan oleh masyarakat sekitar, seperti banjir karena kurangnya resapan dan minimnya air bersih”. Ungkapnya, Kamis 15/05/2025
Pembangunan PLTS dalam kacamata fikih ekologi juga sangat kontras, terdapat prinsip dalam fikih yang memberikan preskripsi bahwa kerusakan harus dicegah terlebih dahulu sebelum kemaslahatan.
“Ditinjau dari perspektif fikih ekologi, dengan adanya potensi kerusakan lingkungan seperti yang sudah saya katakan, tentunya ini sangat kontras. Ada sebuah kaidah fikih yang berbunyi (dar’ul mafasid muqoddamun ‘alaa jalbil mashaalih)”. Ujarnya.
Potensi-potensi kerusakan tersebut harus dicegah melalui penolakan rencana pembangunan PLTS, karena Islam sendiri sangat melindungi terhadap jiwa dan keselamatan manusia serta menjunjung tinggi kemaslahatan bagi generasi-generasi yang akan datang.
“Penolakan pembangunan PLTS dengan melihat beberapa potensi kerusakan yang akan ditimbulkan, harus didasarkan pada prinsip (Maqashid Syari’ah) yang hifzh an-nafs (melindungi jiwa manusia) dari potensi bencana alam dan menggunakan prinsip at-takaaful baynal ajyaal (solidaritas generasi ) agar tidak mewariskan kemiskinan dan kerusakan lingkungan pada generasi setelahnya yang diakibatkan oleh generasi terdahulu”. Sambungnya.
Pembangunan PLTS harusnya diprioritaskan pada masyarakat kepulauan yang masih minim akses listrik dibandingkan masyarakat daratan Sumenep yang sudah memiliki akses penuh terhadap listrik.
“Menurut saya alangkah lebih baiknya kalau PLTS ini dibangun di masyarakat kepulauan Sumenep, dibandingkan di masyarakat daratan, mengingat minimnya akses listrik bagian kepulauan menjadi pertimbangan kuat dan prioritas untuk mendapatkan keadilan yang sama, melalui pembangunan PLTS di daerah kepulauan”. Pungkasnya.
Moh. Muhlis selaku Ketua Bidang Pembinaan Anggota (PA) HMI Cabang Sumenep mengungkapkan bahwa Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Sumenep akan terus mengawal perkembangan PLTS dan melakukan gerakan-gerakan masif terhadap pemerintah daerah sebagai ujung tombak realitas pembangunan PLTS.
“Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Sumenep akan terus mengawal isu starategis pembangunan PLTS ini dan akan terus melaksanakan gerakan-gerakan masif pada pemerintah daerah Kabupaten Sumenep, karena memang pemerintah daerah adalah ujung tombak dari rencana PLTS ini, apakah akan tetap dibangun ataukah tidak diberikan izin”. Tegasnya, (Mustofa/SNN)