Angin Badai Dalam Tubuh PBNU : Korupsi, Politik dan Pertarungan Kekuasaan

Ahmad Fauzan Bakri Ketua Ikatan Alumni Salafiyah Syafi'iyah IKMASS Jember (Dok. Istimewa)

Sudut Opini – Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, dengan pengaruh sosial yang sangat luas sehingga menyentuh sendi-sendi kehidupan masyarakat melalui pendidikan, dakwah dan ritual kebudayaan dan keagamaan yang berhubungan langsung dengan masyarakat akar rumput. Sebagai organisasi lembaga keagamaan terbesar, peran NU tidak hanya berorientasi kepada masyarakat perkampungan, namun juga harus terlibat kedalam perumusan kebijakan publik, meski secara organisasi NU bukan lembaga partai politik, namun orang-orang NU tidak sedikit yang masuk kedalam lingkaran kekuasaan, dalam hal ini tentu orientasinya untuk kesejahteraan organisasi secara khusus dan kesejahteraan ummat secara umum. 

Dalam konteks di pemerintahan saat ini, posisi strategis beberapa tokoh dari PBNU dalam kabinet hari ini menempatkan organisasi ini berada dalam sorotan publik, akibat dari adanya isu atau framing terkait kasus korupsi pengelolaan dana haji yang melibatkan tokoh penting PBNU muncul di permukaan.

Read More

Sebagai warga nahdliyin yang cinta terhadap NKRI, pertanyaan demi pertanyaan akan muncul memenuhi langit-langit nalar kritis, benarkah kasus korupsi dana haji ada kaitannya dengan PBNU? Atau isu ini hanya sebagai framing politis yang ingin menjatuhkan beberapa tokoh di PBNU? 

Benarkah Aliran Dana Korupsi Kuota Haji Tambahan 2024 ke PBNU?

Pengelolaan dana haji Indonesia memang seharusnya menjadi perhatian karena menyangkut dana ummat yang sangat besar dan kasus kuota haji tambahan 2024 ini bukan perkara biasa, sejumlah pemberitaan menyoroti dugaan penyimpangan atau praktik koruptif, meskipun proses hukum masih berjalan dan belum menghasilkan vonis yang mengikat.

Dalam menilai suatu perkara, apalagi yang berkaitan dengan hukum tentu kita tidak diperkenankan menggunakan pendekatan subjektif berdasarkan asumsi kosong, namun harus menggunakan pendekatan objektif berkaitan dengan data dan perhitungan yang jelas, apakah memang benar aliran dana korupsi kuota haji tambahan 2024 ada yang mengalir ke PBNU? Kalau iya mengalir kemana? Ke kas PBNU atau kepada individu salah satu pengurusnya? Jika mengalir kepada individu orang di PBNU, apa bisa yang disalahkan PBNUnya? Pertanyaan demi pertanyaan harus dikaji lebih dalam dan matang.

Dikutip dari halam wabsite tempo.co bahwa pihak KPK tengah menelusuri aliran dana kuota haji tambahan ke organisasi keagamaan PBNU, Bapak Asep selaku pelaksana tugas deputi penindakan dan eksekusi KPK melakukan Follow Of Money meneliti aliran dana keuangan, dengan menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam upaya penelusuran tersebut.

“Kami melakukan penelusuran dari uang yang pada tahap awal kami sampaikan secara kasar itu sekitar Rp 1 triliun,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK pada Rabu, 11 September 2025. 

Sebelum itu pada tanggal 9 September 2025 KPK telah selesai melakukan pemeriksaan terhadap para pihak orang yang di duga terlibat dengan PBNU, salah satunya adalah Saiful Bahri seorang stafsus di kementrian agama pada periode era mentri Yaqut Cholil Qoumas.

Sementara statmen PBNU mengenai nama Saiful Bahri yang di duga terlibat dengan PBNU tidak dibenarkan, Lukman Hakim selaku Wakil Sekretaris PBNU bersuara bahwa nama Saiful Bahri memang tercatat di salah satu lembaga sebagai kepengurusan, namun sejauh ini Saiful Bahri tidak pernah aktif dalam pertemuan-pertemuan PBNU khususnya dalam kepengurusan PBNU pada periode 2022-2027. Dalam wawancaranya di tempat yang berbeda Saifulllah Yusuf atau yang akrab disapa Gus Ipul selaku sekjen dari PBNU siap apabila pihak PBNU dimintai keterangan, beliau menjelaskan menghormati sistematika hukum yang berlaku, namun beliau berstatmen dengan yakin bahwa PBNU tidak terlibat dalam kasus korupsi ini.

Membaca situasi ini, kini tubuh PBNU benar-benar dilanda angin badai yang mencekam, pasalnya yang dipertarukan adalah kehormatan dan citra PBNU di tengah-tengah masyarakat, namun di satu sisi statmen PBNU yang begitu berani menyatakan sikap bahwa tidak ada keterlibatan adalah bentuk kepercyaan diri, pun jika ada anggota yang dimintai keterangan PBNU siap untuk membantu proses hukum yang berlaku, dari sini opini publik seharusnya terbuka lebih positif bahwa jika benar aliran dana tersebut masuk ke PBNU setelah ada pengecekan oleh KPK pada tanggal 11 September kemarin, seharusnya sudah ada nama yang dijadikan tersangka, ataupun jika benar orang yang Bernama Saiful Bahri stafsus kementrian agama terlibat seharusnya sudah ditetapkan menjadi tersangka.

Alih alih menetapkan tersangka, namun sejauh ini opini publik dibuat ambigu oleh sikap KPK yang belum menyebutkan nama-nama tersangka, padahal jika dilihat dari jarak waktunya semenjak bulan agustus lalu, pemeriksaan demi pemeriksaan sudah dilakukan, nama-nama besar seperti Gus Yaqut selaku mantan mentri agama sudah diperiksa, namun nihil bukti yang mengarah, bahkan info terbaru yang sudah dibahas adalah adanya dugaan aliran dana yang mengalir ke PBNU, hal ini membuat publik dibuat bertanya-tanya, sehingga akibat dari keburaman informasi belum ada langkah konkrit yang pasti serta belum ada media yang berani berusuara terkait agenda dibelakang penyelidikan kasus ini, apakah penyelidikan kasus ini benar-benar murni untuk penegakan hukum, atau malah sebagai media untuk membuat isu, freming demi freming yang di arahkan untuk mendowngrade posisi PBNU? Wallahua’lam Bissowab

Isu Korupsi : Antara Penegakan Hukum atau Framing Politik Kekuasaan

Dalam penegakan hukum penyelidikan terhadap kasus korupsi merupakan langkah yang harus diapresiasi, lantaran maraknya kasus korupsi yang terjadi di Indonesia bagaikan jamur yang terus menjalar, sehingga langkah-langkah KPK untuk mengusut beberapa kasus yang merugikan negara harus selalu didukung dan diapresiasi, namun dalam konteks penengakan hukum juga, sangat kurang etis jika isu korupsi dijadikan sebagai alat untuk menjatuhkan posisi lawan politis apalagi melibatkan organisasi keagamaan seperti PBNU, sebagai organisasi sakral yang memiliki banyak pengikut hal ini dapat mencoreng reputasi sebuah institusi.

Seharusnya dalam kacamata hukum jika menggunakan asas due proses of low yakni menuntut adanya keadilan prosedural, termasuk hak-hak setiap orang yang terlibat disubut dalam dugaan perkara, hal ini juga selaras dengan pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menegaskan adanya hak pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil. Yang kemudian sederet teori ini diirefleksikan terhadap proses penyelidikan kasus dugaan adanya dana korupsi yang mengalir kepada PBNU jelas ini membawa intrumen nama institusi yang sudah diseret masuk ke ruang publik, artinya demi kepastian hukum maka para penegak hukum harus segera ada tindakan berupa mengungkap nama-nama tersangka yang sebelumnya sudah di duga terlibat, jika tidak maka proses penyelidikan ini menciderai dan bertentangan dengan prinsip peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan, sebagaimana diamanatkan dalam KUHAP, lantaran yang dirugikan adalah nama institusi yang diduga terlibat yakni PBNU sendiri.

Secara penilaian objektif banyak tokoh Nahdliyin seperti Pak Mahfud MD dalam siaran podcast di chaneng youtube mahfud.md chanel, beliau berpendapat “Hampir mustahil jika ada aliran dana korupsi yang masuk kedalam rekening organisasi PBNU secara khusus, dalam keadaan sadar. Namun jika aliran dana korupsi itu masuk kedalam oknum atau orang-orang dalam tubuh PBNU itu bisa memungkinkan’ artinya jika isu yang beredar adalah dugaan adanya aliran kasus korupsi ini kepada PBNU, maka yang terkena imbas daripada framing isu ini adalah seluruh warga NU secara umum dan para pengurus baik kiai, nyai, gus dan ning yang berada dalam kepungurusan PBNU secara khusus, dalam hal ini sangat tidak relevan jika tuduhan itu ditujukan kepada organisasi, jika ternyata yang masuk hanya kepada beberapa oknum saja, selain merugikan nama institusi PBNU juga membuat framing isu yang kurang baik, sampai-sampai ada beberapa tokoh kiai yang meminta PBNU supaya melakukan muktamar istimewa agar segera melakukan pemilihan kepemimpinan baru, artinya sampai disini arah dari isu kasus korupsi aliran dana haji ini jika dilihat fakta penyelidikan dilapangan yang masih terkesan mengambang maka analisis secara sekilas seakan memang ingin menjatuhkan kepemimpinan PBNU yang sekarang, jika memang benar ini yang terjadi dilapangan, penulis hanya bisa mengusap dada seraya berucap. Na’dzubillahimin Dzalik.

 

Penulis Ahmad Fauzan Bakri (Ketua IKMASS Jember)

 

*) Konten di Sudut Opini merupakan tulisan opini pengirim yang dimuat oleh redaksi Sudut Nusantara News (SNN)

Related posts