Sudut Opini – Tinggal mengitung hari mahasiswa baru di kebanyakan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) akan menjalankan Orientasi Studi Kampus (Ospek) atau istilah yang sekarang digunakan adalah Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru (PKKMB).
Mereka akan banyak disuguhkan spanduk-spanduk berjejeran di tepi jalan kampus dengan tulisan “Selamat Datang Generasi Cerdas” atau “Selamat Datang Mahasiswa Petarung di Kampus Kebanggaan” atau lainnya yang diakhir tulisan kebanyakan akan berbunyi ajakan untuk masuk Organisasi/Koumintas dll.
Hal tersebut mungkin bisa dimaklumi, kecuali adanaya tindakan pengajakan dengan cara pemaksaan yang menimbulkan kerugian bagi mahasiswa baru yang masih awam, apalagi mahasiswa baru yang berasal jauh dari luar kota, pulau, bahkan negara.
Ada satu budaya yang menurut saya hanya ada di kampus-kampus Indonesia, yaitu budaya bentak-bentak, perpeloncoan, dan kekerasan yang dibungkus dengan dalih “Pembentukan Karakter”. Ya, menurut saya ini adalah tindakan kolot yang masih di adopsi oleh orang kolot juga.
Lucunya, tindakan ini dilakukan oleh mahasiswa yang dulu juga pernah merasakan rasanya bentak-bentak, kalau ditanya, jawabannya “Kami dulu digituin, masak mahasiswa sekarang gak seperti itu, rugi dong”. Ya, menurut saya ini bukan hanya ajang balas dendam, akan tetapi adalah siklus penindasan. Kebiasaan ini akan berakibat fatal bagi mahasiswa baru untuk takut dulu sebelum berpikir.
Okey, itupun jika pengenalan kampus tepat sasaran. Kadangkala ada kampus yang malah menonjolkan budaya bentak-bentakan dan mengesampingkan kewajiban untuk mengenalkan kampusnya, bukankah esensi dari Ospek adalah mengenalkan kampus?.
Saya kadang mikir, enak juga ya jadi panitia bagian bentak-bentak, serasa jadi manusia setengah Dewa yang bisa nyuruh-nyuruh, bentak-bentak, ngatur-ngatur wkwkwk. Tindakan ini saya lihat lama-lama bukan malah menjadi kegiatan pengenalan kampus, tapi ajang balas dendam dan unjuk kekuasaan para mahasiswa semester tua menggunakan sistem Feodal. Mereka bagaikan manusia yang sudah berada di taraf tertinggi, tidak menerikan kritikan, tidak mau ada mahasiswa yang menyanggah pendapatnya, dan tidak boleh ada mahasiswa yang tidak mematuhi perintahnya. Woow, amazing.
Ironisnya, mereka tidak melihat perbandingan antara dampak positif dan negartifnya. Banyak sekali mahasiswa baru yang mengalami trauma, tidak mau ikut ospek hingga pulang ke rumah dan tabrakan di tengah jalan, hingga berhenti kuliah karena satu dalih “Pembentukan Karakter”.
Apakah mereka tidak berpikiran sisi negatifnya? Mereka mengangung-agungkan stop tindakan kekerasan di dalam kampus, padahal mereka sendiri melakukan tanpa menggunakan kecamata akal sehat. Ya, makanya saya katakan bahwa Ospek di Indonesia jauh berbeda dan berbanding terbalik dengan apa yang mahasiswa baru angan-angankan.
Jika para pemuja-pemuja senior itu faham sejarah, maka mereka pasti akan tahu bahwa tindakan ini adalah tindakan yang dilakukan oleh Kolonial terhadap nenek moyang kita. Kolonialisme Belanda menggunakan Ongroeining untuk menunjukkan siapa yang punya kuasa. Mirisnya,tindakan ini masih dilakukan oleh mahasiswa setelah hampir 80 tahun merdeka dengan nama “Ospek”.
Bukannya mengajak diskusi untuk bertukar pikiran atau kegiatan akademis lainnya, mahasiswa indonesia masih menggunakan warisan kolot, tidak masuk akal, merugikan, sesat, sampah, budak, feodal, untuk menyambut mahasiswa baru. Cukup saya acungkan jempol untuk mahasiswa dalam ajang kesetiaan terhadap kolonial dalam pewarisan budaya jijik itu. Jika panitianya ditanya tentang tujuan adanya Ospek, mereka kebingungan mencari jawaban, membuka google lalu membaca jawabannya dari google, keren.
Kegiatan Ospek memang terdapat pengenalan UKM, Petunjukan, Materi, dll. Akan tetapi dengan adanya budaya bentak-bentak seolah-olah menjadi kotoran penghalang bagi substansi yang akan dijalankan. Serasa kita dibawa ke alam masa lalu untuk menjalankan budaya warisan dari kolonial yang tidak manusiawi.
Lantas, sampai kapan budaya kolot ini akan hilang atau bisa dihilangkan? Jawabannya adalah sampai ada mahasiswa yang memiliki akal sehat dan mengesampingkan balas dendam untuk memperbarui sistem pengenalan kampus yang lebih ideal tanpa merugikan satu belah pihak karena dalih-dalih kolot yang gak masuk akal.
Salam akal sehat bagi mahasiswa baru.
Musthofa Khairurrahman Mahasiswa Double Degree Sosiologi Universitas Trunojoyo Madura (UTM)
*) Konten di Sudut Opini merupakan tulisan opini pengirim yang dimuat oleh redaksi Sudut Nusantara News (SNN)