Sudut Opini – Disaksikan Ratu Isabella pada 2 Januari 1492, yang didampingi suaminya Raja Ferdinand serta, setidaknya, oleh putra sipenjual keju dari Genoa Cristobal Colon, inkuisitor tertinggi Torquemada serta dua saudagar dan sekaligus pemuka Yahudi Samuel Abilafia dan Issac Abravanel, seorang pria muda menaiki sebuah bukit kemudian berlutut sejenak dan mendesah seraya nenatap narnar ke arah kota Granada. 

Anak muda yang medesah itu tidak lain adalah Abu Abdullah Muhammad XII atau lebih dikenal Buabdil, raja Granada terkahir yang setelah menyerahkan kunci kota kepada Ratu Isabella dari Sevilla, berangkat dengan rombongan menyeberang Selatan Gibraltar menuju tempat tinggal terakhirnya di Maroko. Bukit tempat Buabdil berlutut dan menyapu pandang terakhir ke kota Granada itu, kini disebut sebagai El Ultimo Suspero del Moro (Bukit Desahan Bangsa Moro), simbol akhir dari 700 tahun kekuasaan umat Islam di Spanyol.

Setelah penaklukan (rekonquista) oleh penguasa di semenanjung Iberia yang membentuk entitas baru bernama Spanyol ini, semua kaum muslim diusir atau dibunuh. Demikian juga dengan nasib 250.000 orang Yahudi yang berada di Spanyol saat itu, mereka harus memilih antara mengganti keyakinan menjadi Kristen atau berdisapora, pergi terlunta-lunta dan tidak boleh kembali ke Spanyol lagi. 

Banyak yang orang Yahudi yang berubah menjadi Kristen tetapi lebih banyak lagi yang pergi menyusul umat Islam ke benua Afrika, seperti Maroko, atau ke Istambul, yang menyebar ke Bosnia; ke Polandia yang menyebar ke Lithunia. Kuam Yahudi yang masih tinggal di Spanyol banyak yang dibunuh karena menurut penyidik agama (inkusitor) ini, mereka berpura-pura pindah agama.

Orang-orang yang memilih tetap di Spanyol diawasi ketat, dan mereka disebut orang Kristen. Jika mereka diketahui mempraktek agama Yahudi, mereka dipanggil ke suatu tempat dalam upacara publik yang dikenal autos-de-fe – tindakan iman, ritualistik dan pertobatan. Mengenakan topi dan gaun sanbenito berbentuk kerucut, kaum bid’ah yang membandel ini akan diperiksa oleh inkuisitor itu secara seksama. Jika terbukti bersalah, mereka segera dibakar secara telanjang. Tapi kalau mengaku, mereka kan dihukum mati sebelum dibakar. Dalam kenyataan, mereka yang dibawa ke autos-da-fe, hampir semua dinyatakan bersalah. 

Orang Yahudi ini merasa sangat sedih karena mereka harus meninggalkan Spanyol dan melihat kerajaan Islam tempat mereka bernaung telah hilang. Padahal mereka sudah terlanjur kuat mengidentifikasi diri mereka dengan semenanjung Iberia tersebut; dan antara keduanya, Iberia dan kaum Yahudi, telah saling jalin menjalin idenitas, sejarah dan budaya secara kuat kemudian mereka menyebut El Sepharad, tanah air tempat kelahiran. Kemudian hari, kaum Yahudi yang berasal dari Spanyol ini tersebut disebut Yahudi Sephardi, yang ketika negara Yahudi terbentuk pada 1948, sedikit berubah makna menjadi Yahudi timur (oriental Jews), berbanding Ashkenasi, Yahudi dari Eropa.

Peristiwa kaum Yahudi Spanyol ini boleh dibilang sangat tragis. Ratu Isabella dan raja Ferdinand yang memiliki semangat dan strategi untuk menghancur Granada, kerajaan Islam terakhir di Iberia yang makmur tapi kacau, terkendala dana. Keduanya tidak memiliki cukup sumber dana. Maka Ratu Isabella membujuk Abilafia dan Abravanel, dua saudagar Yahudi yang bernasib baik karena aktivitas usahanya di Granada yang makmur dan giat dalam bidang ekonomi, untuk membantu dengan iming-iming.

Kedua orang ini akhirnya setuju untuk menyisihkan uang mereka. Karena dukungan dana kedua Yahudi ini, Buabdil yang tidak cakap itu berhasil dikalahkan. Tapi hanya dalam hitung minggu setelah terusir Buabdil, dari istana Alhambra, Isabella juga memerintahkan pengusiran semua orang Yahudi dari Spanyol.

Memang semangat anti-Yahudi ini tidak sepenuhnya baru; Perang Salib juga berpengaruh terhadap orang Yahudi, yang dianggap dilindungi oleh orang Islam di Timur Tengah. Orang Yahudi Inggris, Prancis dan Austria, ketiban sial karena diusir dan dipersikusi. Wabah anti-Yahudi kemudian menyebar ke Spanyol, yang pada 1391, 100 tahun sebelum naik tahta Ratus Isabella, ratusan orang Yahudi dibantai kerajaan Kristen Kastilia.

“Mengapa engkau bertindak seperti itu terhadap rakyatku?” tanya Abravanel, penggawa Yahudi itu dengan pilu. “Berlakukanlah pajak yang besar terhadap kami!”

Isabella menepis, dan sepertinya menyalahkan suaminya. “Apakah kamu yakin ini berasal dariku?,” 

“Tuhanlah yang manaruh gagasan ini di hati raja,” jawabnya, tanpa memandang Abravanel.

Maka para pemimpin Yahudi mencoba lagi dengan mendekati Raja Ferdinand, yang justru menyalahkan istrinya dan Tuhan. Abravanel, yang putus asa dan menyesal telah menbantu Isabella, berusaha lagi dengan cara lain. “Mohon berkenan mencabut dekrit pengusiran ini, dan kami akan menyediakan 30.000 dukat sebagai gantinya,” pinta Abravanel kepada Isabella dan Ferdinand.

“Yudas pernah menjual putra Tuhan seharga 30 keping perak,” teriak Torquemada, sambil meletakkan salib di depan kedua suami istri itu. “Yang mulia berpikir untuk menjualnya untuk kali kedua seharga 30.000! Nah, ini dia, jual!”. 

Abravanel gagal total, dan sikap kedua pemimpin kerajaan baru itu terhadap orang justrsu tambah keras, dengan membentuk autos-da-fe segala.

Semua tindakan ratu dan raja terhadap kaum Yahudi ini tidak lepas dari pengamatan seorang pelaut handal, si Colon dari Genoa, Italia sekarang. Melihat gairah ratu dan raja terhadap kebijakan inkuisisi, Cristobal Colon berusaha menyesuaikan diri menjadi pendukung jauh lebih bersemangat dari kedua pemimpin Spanyol itu sendiri terhadap orang Yahudi.

Maka, di antaranya, bermodalkan kedekatan cara pandang terhadap orang Yahudi ini, ditambah ia dikenang oleh Ferdinand sebab memuji suami istri yang menjadi raja karena mengusir “orang-orang Yahudi dari seluruh kerajaan Anda,” tersebut, Isabella menyetujui usul si Colon: berlayar menemui wilayah baru.  

Syarat pun ditetapkan, sesuai impian Cristobal Colon yang hendak mendirikan dinasti sendiri. Si Colon ditugaskan dengan gelar laksamana Samudera, raja muda dan gubernur negeri mana pun yang ia temukan selamanya. Selama itu pula, ia menerima 10 persen pendapatan dari hasil eksploitasi ini. 

Maka berlayarlah si Colon — yang kemudian lebih dikenal sebagai Christopher Columbus ini — pada 3 Agustus 1492 yang dimulai dari Palos, dengan menyeberangi Samudera Antalantik. Rombongan ini tiba di Bahama pada 12 Oktober. Dari Bahama menuju Kuba dan Haiti, dan menemukan masyarakat lokal — mereka yang bersahabat dan ramah disebut Tainos, yang bermusuhan dan suka perang disebutnya Karibia. Tapi untuk semuanya disebut Hindia (Lon Indos) karena sang laksamana Columbus mengira ia telah menemukan anak benua India.

Sang laksamana ini tidak akan pernah menginjakkan kakinya di wilayah baru Amerika jika bukan karena kebaikan Ratu Isabella yang beterima kasih kepada Columbus yang selalu mendukung kebijakan kedua pemimpin Spanyol itu mengusir dan melakukan inkuisisi terhadap Yahudi. Tapi yang mungkin tidak diketahui Isabella dan Columbus, manusia-manusia yang diusir Ratu Isabella ini dengan menendapatkan dana dari negara di tanah yang ditemukan Columbus, kini membalas demdam kepada orang Palestina di Gaza.

 

Teuku Taufiqulhadi Penulis Buku “Satu Kota Tiga Tuhan, Deskripsi Jurnalistik di Yerussalem

 

*) Konten di Sudut Opini merupakan tulisan opini pengirim yang dimuat oleh Redaksi Sudut Nusantara News (SNN)

Tags:Dibenci ColumbusKe GazaKini Membalas Dendamsudut opiniTeuku Taufiqulhadi