Era Baru Bupati Bondowoso : Surplus Ide Tapi Defisit Kebijakan Dan Kerja Nyata

Moh Ikrom S Ketua Umum HMI Cabang Bondowoso, Foto, (Canva, Imron/SNN)

Sudut Opini — Salah satu indikator utama dari kepemimpinan yang efektif adalah kemampuan untuk menepati janji, terutama janji politik yang disampaikan selama masa kampanye. Dalam konteks ini, bupati yang lamban dalam mengeksekusi janji politiknya menunjukkan kelemahan dalam manajemen pemerintahan dan kurangnya komitmen terhadap aspirasi masyarakat. Janji-janji tersebut bukan sekadar retorika, melainkan kontrak moral yang seharusnya diwujudkan dengan sungguh-sungguh.

Tercatat sebanyak 50 program ungggulan Bupati dan Wakil Bupati Bondowoso terpilih. Program tersebut terbagi menjadi tujuh bidang yaitu, bidang pemerintahan dan layanan publik, bidang pertanian, peternakan dan perkebunan, bidang pendidikan, olahraga dan kesehatan, bidang ekonomi, bidang pariwisata dan ekonomi kreatif, bidang infrastruktur dan bidang sosial budaya. Sejak dilantik hingga saat ini masyarakat menunggu realisasi dari program yang telah dikampanyekan pada saat mencalonkan sebagai bupati dan wakil bupati. Masyarakat tentu sangat berharap program tersebut segera terlaksana, utamanya di bidang layanan dasar yakni pendidikan, kesehatan dan ekonomi.

Read More

Lambannya eksekusi janji politik bukan hanya berdampak pada turunnya kepercayaan publik, tetapi juga menghambat kemajuan daerah. Warga yang semula menaruh harapan tinggi akan perubahan, kini mulai merasa kecewa dan skeptis terhadap pemerintahan yang berjalan. Ketika waktu terus berjalan tanpa realisasi konkret, masyarakat mulai mempertanyakan keseriusan dan kapasitas sang bupati dalam memimpin.

Beberapa alasan mungkin bisa menjadi pembelaan, seperti terbatasnya anggaran, birokrasi yang kompleks, atau hambatan regulasi. Namun, pemimpin yang visioner seharusnya mampu mencari terobosan dan solusi. Jika janji-janji yang disampaikan saat kampanye tidak dikaji secara matang dan realistis sejak awal, maka itu mencerminkan ketidaksiapan dalam memimpin.

Sebaliknya, jika janji tersebut memang dapat diwujudkan namun tertunda karena kelambanan atau kelalaian, maka hal itu menjadi bentuk pengabaian terhadap mandat rakyat. Pemimpin tidak hanya dituntut untuk bisa beretorika, tetapi juga harus mampu mengelola waktu, sumber daya, dan tim kerja secara efektif demi kepentingan masyarakat.

Kekecewaan publik ini bisa berujung pada penurunan legitimasi politik, bahkan bisa berdampak pada terganggunya stabilitas sosial di daerah. Ketika masyarakat merasa diabaikan, muncul potensi protes atau aksi sosial yang berakar dari rasa frustrasi. Hal ini bisa dicegah apabila bupati menunjukkan transparansi, komunikasi yang terbuka, serta langkah-langkah konkret untuk mengejar ketertinggalan realisasi program.

Oleh karena itu, sudah seharusnya bupati mengevaluasi kinerjanya secara jujur dan terbuka. Rakyat tidak menuntut keajaiban, tapi mereka berhak melihat progres nyata. Komitmen politik harus dibuktikan dengan kerja nyata, bukan hanya wacana. Jika tidak, maka bupati bukan hanya kehilangan kepercayaan masyarakat, tapi juga mencederai esensi dari demokrasi itu sendiri.

 

Moh Ikrom S

Ketua Umum HMI Cabang Bondowoso

 

*) Konten di Sudut Opini merupakan tulisan opini pengirim yang dimuat oleh Redaksi Sudut Nusantara News

Related posts