Sudut Opini – Perkembangan teknologi digital telah membawa dampak besar terhadap aspek kehidupan masyarakat, termasuk dalam bidang ekonomi. Salah satu inovasi yang semakin marak adalah jual beli online yang menawarkan kemudahan dan kecepatan dalam bertransaksi.
Pandemi COVID-19 melanda dunia sejak 2020 turut mempercepat adopsi transaksi online sebagai alternatif utama dalam berbelanja dan berbisnis. Konsumen semakin nyaman dan percaya untuk melakukan pembelian melalui platform digital karena adanya fitur keamanan, review pengguna, serta sistem pembayaran yang aman dan transparan.
Bagi pelaku usaha, jual beli online membuka peluang pasar yang lebih luas, termasuk menjangkau konsumen di daerah terpencil dan internasional.
Meski demikian, praktik jual beli online di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, seperti ketidakpastian barang, unsur gharar, dan maysir yang berpotensi melanggar prinsip syariah serta menimbulkan kerugian bagi konsumen.
Data statistik menunjukkan bahwa sekitar 24,3% pada tahun 2023, tahun selanjutnya 2024 sekitar 25,7% dalam artian keluhan konsumen terkait transaksi online semakin bertambah tahun semakin bertambah keluhannya/semakin bertambah ketidaksesuain dan ketidakjelasannya.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan penting mengenai legalitas dan risiko yang dihadapi oleh pengguna serta pelaku usaha online. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji solusi inovatif yang dapat meningkatkan kepercayaan dan keamanan dalam transaksi jual beli online, salah satunya melalui edukasi kepada konsumen dan kurir serta penerapan sistem pengembalian barang yang transparan.
Berdasarkan kajian literatur dan teori ekonomi syariah, jual beli online memiliki potensi besar untuk meningkatkan perekonomian digital Indonesia. Namun, praktiknya seringkali mengandung unsur gharar (ketidakpastian) dan maysir (spekulasi) yang melanggar prinsip syariah.
Untuk mengatasi hal ini, inovasi edukasi menjadi solusi utama. Edukasi kepada konsumen mengenai cara menilai reputasi penjual melalui ulasan pembeli sebelumnya dapat meningkatkan kepercayaan dan mengurangi risiko kerugian.
Selain itu, edukasi kepada kurir dan pengantar barang tentang prosedur pengantaran yang tepat serta pentingnya dokumentasi seperti foto atau video saat unboxing dapat meminimalisasi sengketa/penipuan. Hal ini sejalan dengan prinsip keadilan dan pencegahan kerugian yang dianjurkan dalam ekonomi syariah.
Penulis memberikan inovasi terbaru, sistem pengembalian barang agar dapat langsung dilakukan ke produsen pada waktu itu juga, apabila barang tidak sesuai. Juga harus diintegrasikan dalam platform jual beli online, agar konsumen merasa aman dan terlindungi.
Pendekatan ini sejalan dengan prinsip keadilan, transparansi, dan mencegah unsur gharar serta maysir dalam transaksi online, sebagaimana dianjurkan dalam fiqh muamalah. Selain itu, teori maqashid al-shariah (tujuan utama syariah) menegaskan pentingnya perlindungan terhadap hak-hak konsumen dan menjaga kehormatan serta keamanan transaksi.
Dengan demikian, implementasi sistem pengembalian dan edukasi yang transparan tidak hanya memenuhi prinsip keadilan dan kejujuran, tetapi juga mendukung maqashid syariah dalam menjaga harta, jiwa, dan kehormatan individu dalam transaksi ekonomi.
Pengembangan platform jual beli online yang menyertakan fitur pengaduan, pengembalian barang, dan edukasi lengkap. Selain itu, perlu peningkatan literasi digital dan edukasi syariah kepada konsumen dan pelaku usaha agar mereka memahami hak, kewajiban, dan resiko.
Pemerintah dan lembaga terkait harus mengawasi dan mengatur regulasi yang melindungi konsumen serta memastikan legalitas transaksi. Terakhir, studi lanjutan diperlukan untuk menilai efektivitas inovasi dan sistem perlindungan dalam meningkatkan kepercayaan dan keamanan transaksi online di Indonesia.
Moh Syahrul Muzammil, Ketua HMPS Ekonomi Syari’ah Sekolah Tinggi Agama Islam Raden Abdullah Yaqin Jember
*) Konten di Sudut Opini merupakan tulisan opini pengirim yang dimuat oleh Redaksi Sudut Nusantara News (SNN)