Mendukung Pendidikan Kota Serang: Saat Janji Butuh Jalan

Irwan Hidayat Mahasiswa Pascasarjana dan Penulis Buku “Potret Kemandirian Desa” (Dok. Istimewa)

Sudut Opini – Janji politik tentang pendidikan sering kali tinggal di papan kampanye: besar di angka, lemah di makna. Namun jika ditelaah secara jernih, ada semangat transformatif dalam dua program unggulan Pemerintah Kota Serang: Serang Cerdas dan Serang Bagus. Kedua program ini menempatkan pendidikan bukan hanya sebagai sektor pembangunan, tetapi sebagai instrumen keadilan sosial. Tentu, program ini belum sepenuhnya bebas dari kritik. Tapi justru karena itulah, ia perlu dikawal dan didukung agar tak menyimpang dari semangat dasarnya.

Memperluas Akses, Memperkuat Peluang

Read More

Program “Serang Cerdas” menjanjikan tiga hal utama: beasiswa kuliah, bantuan seragam dan buku gratis, serta peningkatan kesejahteraan guru. Ini bukan hal kecil. Di tengah banyaknya anak yang rentan putus sekolah, terutama dari keluarga kurang mampu, bantuan seragam dan buku gratis bisa menjadi pembeda antara mereka yang tetap sekolah dan yang menyerah di tengah jalan.

Data Badan Pusat Statistik (2024) menunjukkan bahwa Rata-rata Lama Sekolah (RLS) di Kota Serang hanya 8,93 tahun, artinya banyak anak berhenti pada jenjang SMP.

Di sisi lain, mahasiswa dan aktivis pendidikan dari LMND dan PMII Kota Serang menyoroti masih adanya anak tidak sekolah (ATS) serta distribusi bantuan yang belum merata.

Kritik ini bukan untuk menggagalkan program, tetapi justru menjadi peringatan agar pelaksanaannya tak menyimpang dari tujuan: memperluas akses.

Program beasiswa kuliah juga memberi peluang kepada anak-anak dari keluarga kurang mampu untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Namun distribusinya harus transparan dan akuntabel.

Siapa saja yang menerima, dengan kriteria apa, dan bagaimana pelaporan anggarannya—harus menjadi pengetahuan publik.

Kebijakan pendidikan bukan sekadar soal teknis distribusi. Ia adalah keberpihakan. Maka, bantuan seragam dan buku harus benar-benar menyasar mereka yang paling rentan. Dan beasiswa tak boleh menjadi alat tukar dalam politik kekuasaan.

Yang juga penting adalah peningkatan kesejahteraan guru, termasuk guru madrasah dan guru honorer. Program ini membuka peluang untuk memperbaiki status kerja mereka, dari sekadar tenaga murah menjadi pendidik yang layak dihargai.

Namun, peningkatan insentif saja tak cukup. Perlu disiapkan sistem rekrutmen dan jenjang karier yang adil bagi guru honorer agar mereka tidak terus berada dalam ketidakpastian.

Menata Infrastruktur dan Menjaga Ekosistem Pendidikan

Program “Serang Bagus” menjawab kebutuhan mendasar sektor pendidikan: pembangunan sekolah baru, penambahan ruang kelas, dan perbaikan sarana-prasarana pendidikan. Ini sangat dibutuhkan, mengingat pertumbuhan penduduk Kota Serang yang terus meningkat dan kebutuhan ruang belajar yang makin besar.

Namun dalam pelaksanaannya, pembangunan infrastruktur sering terhambat oleh sengketa lahan, lambatnya proses penganggaran, atau tumpang tindih antardinas.

Karena itu, pembangunan sekolah tak boleh hanya berorientasi pada target fisik, melainkan harus berdasarkan peta kebutuhan riil. Sekolah dibangun bukan di mana ada lahan kosong, tetapi di mana ada anak-anak yang kesulitan mengakses pendidikan.

Namun ada satu tantangan yang tak boleh diabaikan: ancaman terhadap sekolah swasta. Sejak program bantuan seragam dan buku gratis digulirkan untuk sekolah negeri, sekolah swasta mengalami penyusutan murid secara drastis. Data dari Forum Komunikasi Kepala Sekolah Swasta (FOKKS) menyebutkan bahwa ada lebih dari 2.400 kursi kosong di 53 sekolah swasta akibat penyerapan siswa yang terlalu besar ke sekolah negeri.

Pemerintah Kota Serang tak boleh membiarkan sektor swasta tumbang hanya karena programnya sendiri. Justru ekosistem pendidikan yang sehat dibangun dari kerja sama antara sekolah negeri dan swasta.

Insentif untuk siswa di sekolah negeri harus disertai regulasi afirmatif bagi sekolah swasta: seperti subsidi BOS tambahan, pembagian zonasi yang adil, atau pembukaan kuota afirmasi bagi siswa yang tetap ingin bersekolah di swasta.

Menata ulang ekosistem pendidikan bukan berarti melemahkan program. Justru ini menjadi cara untuk menghindari eksklusi baru di balik niat inklusif. Pendidikan bukan ajang kompetisi antar-lembaga, melainkan kerja kolektif untuk masa depan anak-anak.

Menutup Jurang, Menjaga Harapan

Jika dipandang sebagai instrumen keadilan, maka program “Serang Cerdas” dan “Serang Bagus” adalah langkah maju yang layak didukung. Kritik atas pelaksanaannya bukan berarti penolakan, tapi bentuk tanggung jawab publik agar program ini tak menyimpang dari semangat dasarnya: memperluas akses, mengurangi ketimpangan, dan mengangkat kualitas sumber daya manusia di Kota Serang.

Di tengah keterbatasan fiskal dan tantangan birokrasi, pemerintah Kota Serang telah berani mengambil langkah afirmatif. Namun keberanian itu harus disertai ketelitian perencanaan, keadilan dalam distribusi, dan keterbukaan pada partisipasi publik.

Masyarakat Serang tak butuh program yang sempurna. Tapi mereka layak mendapatkan program yang jujur, berpihak, dan berjalan sesuai niat awalnya: menjadikan pendidikan sebagai jalan untuk meraih hidup yang lebih layak.

 

 

Irwan Hidayat Mahasiswa Pascasarjana dan Penulis Buku “Potret Kemandirian Desa” 

 

*) Konten di Sudut Opini merupakan tulisan opini pengirim yang dimuat oleh redaksi Sudut Nusantara News (SNN)

Related posts