Menjamin Halal dari Hulu: PR Besar RPH Bondowoso

Moh Ikrom Suharyadi Ketua Umum HMI Cabang Bondowoso (Dok. Istimewa)

Sudut Opini – Isu halal dalam industri pangan, khususnya daging, bukan sekadar perkara simbolik atau formalitas administratif, melainkan menyangkut keyakinan, kesehatan, hingga martabat umat. Bagi masyarakat Bondowoso yang sebagian besar beragama Islam, ketersediaan daging halal adalah kebutuhan mendasar. Namun, menjamin kehalalan bukan hanya soal label atau sertifikat di hilir, melainkan harus dimulai dari hulu: tata kelola rumah potong hewan (RPH). Sayangnya, kondisi RPH di Bondowoso masih menyisakan pekerjaan rumah besar yang mendesak untuk dibenahi.  

Hulu sebagai Penentu Kehalalan 

Read More

Dalam rantai produksi daging, RPH merupakan titik krusial. Di sanalah hewan dipotong, diproses, dan dipastikan sesuai syariat Islam serta standar kesehatan. Prinsip kehalalan tidak berhenti pada ucapan basmalah saat penyembelihan, tetapi mencakup keseluruhan sistem: pemeliharaan hewan, transportasi, alat penyembelih, kompetensi juru sembelih halal (juleha), hingga sanitasi tempat pemotongan. 

Laporan Badan Jaminan Produk Halal (BPJPH) pada tahun 2024 mencatat bahwa dari ribuan RPH di Indonesia, masih banyak yang belum memenuhi standar halal dan higienis. Bondowoso, sebagai daerah dengan konsumsi daging yang cukup tinggi, tidak terkecuali permasalahan ini. Masyarakat sering mengeluhkan kondisi RPH yang kurang bersih, fasilitas terbatas, hingga lemahnya pengawasan terhadap standar penyembelihan. 

Artinya, kehalalan tidak bisa dijamin hanya di meja makan konsumen, tetapi harus dipastikan sejak hewan masuk kandang hingga daging siap dipasarkan. Inilah mengapa hulu menjadi kunci.  

PR Besar RPH Bondowoso 

Ada beberapa pekerjaan rumah mendesak bagi RPH di Bondowoso: 

  1. Standarisasi Fasilitas dan Infrastruktur

Banyak RPH di Bondowoso yang masih dikelola secara tradisional dengan fasilitas minim. Lantai yang tidak selalu dilapisi bahan anti slip, drainase yang buruk, hingga alat pemotongan yang tidak steril, menjadi masalah nyata. Padahal, standar halal RPH mensyaratkan fasilitas higienis dan terpisah antara area kotor (penyembelihan) dengan area bersih (pengolahan daging). 

  1. Kompetensi Juru Sembelih Halal (Juleha)

Juru sembelih memastikan adalah aktor utama yang kehalalan. Namun apakah seluruh penyembelih di RPH Bondowoso sudah tersertifikasi Juleha? Fakta di lapangan menunjukkan masih ada yang belum. Penyembelihan kadang dilakukan tanpa memperhatikan aspek kesejahteraan hewan (animal kesejahteraan) atau tata cara syar’i yang benar. Padahal, MUI bersama BPJPH telah menekankan pentingnya pelatihan dan sertifikasi juleha sebagai syarat utama. 

  1. Pengawasan dan Kepatuhan Regulasi

UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal menyatakan bahwa produk hewan wajib bersertifikat halal. Namun implementasinya masih longgar. Pemda Bondowoso melalui Dinas Peternakan seharusnya menjadi pengawas ketat, bukan hanya mengeluarkan izin operasional. Pengawasan lapangan, uji kelayakan rutin, hingga penindakan terhadap RPH yang jalurnya harus diperketat. 

  1. Kesadaran Pelaku Usaha

Banyak pelaku usaha daging di Bondowoso yang berorientasi pada keuntungan cepat, sehingga menganggap biaya sertifikasi halal atau perbaikan fasilitas sebagai beban. Pola pikir seperti ini harus diubah. Menjamin halal bukan semata-mata kewajiban keagamaan, tetapi juga investasi jangka panjang untuk meningkatkan kepercayaan konsumen. 

  1. Transparansi Rantai Distribusi

Hal lain yang sering luput adalah rantai distribusi daging setelah keluar dari RPH. Jika transportasi tidak higienis, atau bercampur dengan daging non-halal, maka kehalalan yang dijaga di hulu bisa rusak di hilir. Jika diperlukan sistem distribusi yang transparan dan terpantau.  

Mengapa Halal Itu Mendesak? 

Bagi Bondowoso, isu halal memiliki tiga urgensi besar: 

  1. Urgensi Teologis

Masyarakat muslim wajib mengonsumsi makanan halal. Mengabaikan hal ini berarti melanggar perintah agama. Pemerintah daerah, sebagai penyelenggara pelayanan publik, mempunyai tanggung jawab moral untuk menjamin hak tersebut. 

  1. Urgensi Kesehatan

Daging dari RPH yang tidak higienis rawan mengandung bakteri berbahaya. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan kasus penyakit zoonosis masih sering muncul akibat pemotongan hewan yang tidak memenuhi standar. Halal dan thayyib (baik, sehat) harus berjalan beriringan. 

  1. Urgensi Ekonomi dan Kepercayaan

Produk daging halal yang tersertifikasi memberi nilai tambah di pasar, bukan hanya domestik tetapi juga global. Dengan tata kelola halal, Bondowoso dapat mendorong industri pangan berbasis daging yang lebih kompetitif, terutama jika dikaitkan dengan potensi ekspor.  

Jalan Keluar: Menuta dari Hulu  

Lalu, apa yang bisa dilakukan? Ada beberapa rekomendasi konkret: 

  1. Revitalisasi RPH

Pemda perlu mengalokasikan anggaran khusus untuk modernisasi RPH. Investasi ini bukan sekedar infrastruktur, tetapi juga untuk menjaga kesehatan masyarakat dan meningkatkan daya saing ekonomi daerah. 

  1. Program Sertifikasi Massal Juleha

Pemerintah daerah bekerja sama dengan MUI dan BPJPH harus mengadakan pelatihan rutin bagi juru sembelih. Sertifikasi juleha wajib menjadi standar minimum bagi siapa pun yang bekerja di RPH. 

  1. Penguatan Regulasi dan Sanksi

Perda khusus tentang RPH halal bisa menjadi payung hukum untuk mempertegas kewajiban, sekaligus memberi sanksi bagi pelanggar. Tanpa aturan yang tegas, komitmen halal hanya akan berhenti di seminar. 

  1. Edukasi Publik dan Pelaku Usaha

Kesadaran masyarakat untuk menuntut daging halal harus dibangun. Dengan begitu, pelaku usaha akan ditekan oleh permintaan pasar untuk memenuhi standar halal. 

  1. Digitalisasi Pengawasan

Pemanfaatan teknologi digital untuk melacak asal-usul hewan, proses penyembelihan, hingga distribusi daging bisa menjadi solusi transparansi. Aplikasi berbasis QR Code misalnya dapat digunakan untuk menjamin konsumen bahwa daging yang dibelinya benar-benar halal dan thayyib. 

Menjamin halal dari hulu bukanlah hal yang mudah, tetapi mutlak dilakukan. Bondowoso harus berani melakukan transformasi tata kelola RPH agar tidak sekadar memenuhi syarat administratif, melainkan benar-benar menjaga amanah syariat dan kesehatan masyarakat. Pekerjaan rumah besar ini membutuhkan kolaborasi: pemerintah daerah, pelaku usaha, lembaga keagamaan, hingga masyarakat sebagai konsumen. 

Halal bukan sekadar label. Ia adalah jaminan keimanan, kesehatan, dan masa depan ekonomi. Dan semua itu hanya bisa terwujud jika Bondowoso berkomitmen menata RPH dari hulu. 

 

Moh Ikrom Suharyadi Ketua Umum HMI Cabang Bondowoso 

 

*) Konten di Sudut Opini merupakan tulisan opini pengirim yang dimuat oleh redaksi Sudut Nusantara News (SNN)

Related posts