Sudut Opini – Sistem demokrasi lahir atas respon terhadap sistem pemerintahan otokrasi yang cenderung absolut dan sentralistik, dalam sistem ini juga raja sebagai kaki tangan tuhan dimuka bumi sebagai pengelola segala urusan di bumi. Sistem pemerintahan ini mengubah seorang manusia seakan akan menjadi sosok tuhan yang mutlak tanpa bisa ditentang dengan semboyannya ” Tiada kebenaran selain dari raja, Tiada keselamatan dan kesejahteraan diluar kuasa tangan raja”.
Legitimasi oknum agama menjadi salah satu pilar penguat sistem ini, sehingga dengan mudahnya diamini dan dipatuhi khalayak ramai dengan dalil takut dikafirkan ketika menentang ajaran agama. Namun lambat laun masyarakat merasakan keresahan dengan kesewenang wenangan sistem ini, sehingga menimbulkan gejolak dan keresahan dimasyarakat untuk segera melakukan revolusi sistem kepemimpinan secara besar besaran dan totalitas.
Maka konsep demokrasi hadir bak fase ditengah gersangnya gurun pasir pemerintahan yang absolut dengan segala kekejaman dalam proses dehumanisasinya. Pendek kata demokrasi adalah sistem dengan labeling rakyat sebagai pemegangkekuasaan mutlak dan absah sebuah negara, dimana rakyat bukan dinilai sebagai objek kekuasaan melainkan ia adalah variabel politik dan kekuasaan yang memiliki hak dan wewenang untuk ikut andil dan menentukan arah gerak bangsa dan negara.
Demokrasi Sebagai Penangkal Otoritarianisme
Konsep demokrasi dengan segala sistem yang ditawarkannya memandang manusia sebagai makhluk merdeka sesuai fitrah dasarnya dan menghilangkan segala bentuk proses marginalisasi dalam sistem pemerintahan yang cenderung dikuasai golongan tertentu. Ditinjau dari berbagai jejak sejarah konsep demokrasi untuk pertama kalinya di yunani kuno lebih tepatnya dikota Athena pada abad 3 SM.
Dimana dalam priodesasi ini demokrasi yang diterapkan adalah sistem demokrasi langsung, yang dalam konsep ini menempatkan posisi seorang pemimpin secara langsung mengadakan rapat dengan rakyat mengenai segala persoaalan negara. Jika demokrasi yang ada di Athena adalah tipe demokrasi langsung maka demokrasi yang ada di romawi adalah demokrasi tidak langsung, dimana wewenang rakyat sebagai pemilik kekuasan yang sah diwakilkan oleh sejenis dewan perwakilan rakyat dengan jangka sekitar 2 bulan selalu mengalami pergantian anggota dan orang yang sudah pernah menjadi dewan perwakilan tidak bisa menjabat lagi dan diganti oleh rakyat yang lain secara terus menerus berdasarkan jangka priodesasinya.
Sehingga format sistem yang diterapkan ini membuat semua warga negara romawi pernah merasakan dan ikut andil dalam bidang pemerintahan. format semacam ini adalah bentuk penghilangan segala merginalisasi pada kelompok tertentu dan bentuk pembebasan manusia menuju kesetaraan dalam bidang pemerintahan. memang istilah demokrasi sudah menjadi hal yang tak asing lagi ditelinga kita yang hidup dizaman modern, yang mana sistem demokrasi adalah sistem yang mayoritas dipakai oleh banyak negara besar termasuk Indonesia.
Sejarah dan Ironi Demokrasi
Secara historis sistem demokrasi mengalami perkembangan pesat baik secara kuantitatif maupun kualitatif pasca revolusi perancis 1789 dengan melahirkan prinsip egaliter-liberte-fraternite. Namun ketika dikaji dan identifikasikan secara cermat sejarah demokrasi tidak bisa lepas dari campur tangan kaum borjuis yang mengambil keuntungan dari tranformasi sistem otokrasi monarki ke sistem demokrasi, Karena ketika kita telisik lebih jauh lahirnya reformasi prancis tidak lepas dari pengaruh dan sokongan kaum borjuis selaku kaum pemegang modal dan memegang kendali penuh pada sirkulasi ekonomi dunia.
Pra revolusi prancis kekuasan raja disokong oleh dua golongan utama yang bermitra bersama raja untuk melanggengkan dan meraup keuntungan dari kekuasaan, diantara dua golongan penyokong raja adalah kaum bangsawan atau kaum ningrat dan para tokoh agama sebagai pemegang tampuk legalitas agama. Pra revolusi prancis, secara makro sosiologis masyarat terbagi menjadi 4 golongan yaitu raja, kaum bangsawan sebagai pemegang kekuasaan, Negara, agamawan sebagai pemegang kekuasaan urusan keagamaan. Kaum borjuis sebagai pemilik modal, kaum proletar sebagai kaum kasta bawah (kaum pekerja kasar). Pada masa itu kaum berjuis sebagai pemilik modal memandang bahwa untuk melebarkan pengaruh dan demi kelanggengan kekayan mereka harus menghilangkan pengaruh raja bersama seluruh kroninya. Disisi lain kaum borjuis mempertimbangkan bahwa untuk memuluskan segala skerencana mereka harus memiliki massa aksi yang besar, maka disinilah kaum borjuis memamfaatkan potensi massa yang besar milik kaum proletar sebagai instrumen penumbang tahta raja. Rencana ini akhirnya berjalan dengan semestinya dengan jatuhnya raja luis ke XVI oleh kaum buruh dengan melahirkan konsep dan seruan kebebasan dan kesataraan dalam segala sektor kehidupan.
Namun apa yang terjadi? Apakah kaum kelas bawah mendapatkan hak nya?, Dan siapa yang diuntungkan dalam sistem ini? Maka jawabnnya adalah tetap saja kaum proletar menjadi kelas sosial yang mudah ditindas. Slogan mengenai dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat hanyalah bualan demokrasi yang tak berujung kesejahteraan. Bukan hanya gerakan kaum proletar yang disokong kaum borjuis yang seakan bagai dewa penyelamat padahal berselubung niat serakah tapi juga gerakan feminisme tidak lepas dari kaum borjuis. Lalu setelah itu apa yang terjadi? Setelah kaum perempuan memperjuangkan hak mereka untuk setara dengan kaum laki-laki di segala sektor justru mereka dijadikan sebagai komoditas tenaga kerja yang ditindas dengan gaji rendah dan waktu kerja yang lebih banyak dari kaum laki-laki.
Kondisi Demokrasi Indonesia dan Segala Tantangannya
Menurut pandangan bung karno, sebenarnya untuk menerapkan demokrasi yang ideal tanpa campur tangan kaum borjuis kita harus merdeka secara sosio-politik dan sosio- ekonomi, untuk hak politik mungkin kita sudah mendapatkannya. Hak untuk memilih pemimpin memang di berikan mandat pada rakyat sebagai penentu tetapi dari sektor ekonomi rakyat masih belum mendapatkan haknya untuk berdikari dan berinovasi dalam kehidupan ekonomi. Rakyat hanya dipandang sebagai komoditas tenaga pekerja dari kaum pemilik modal dan hal ini diperparah dengan paradigma masyarakat bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mencetak menjadi kaum pekerja dan hal ini menjadi doktrin kuat di masyarakat yang menjadi culture pendidikan kita. Dengan kondisi yang demikian menjadikan rakyat ibarat domba gembala dan sapi peras yang diambil keuntungannya tanpa timbal balik yang sesuai dengan kualitas dan kuantitas jasa pekerja.
Dalam sisi lain jika mengacu kepada tujuan pendidikan menurut Tan Malaka adalah untuk mempertajam fikiran, memperkuat keinginan, dan memperhalus perasaan. Perlawan kita terhadap imprialisme-kolonisme dankapitalisme belum usai meskipun kita sudah merdeka secara de jure maka hal yang harus kita tanamkan dalam diri kita sebagai putra bangsa untuk selalu mengawal gerak arah bangsa menuju masyarakat adil makmur. Peran dan perang kita sekarang adalah memberantas kapitalisme yang merajalela di bumi pertiwi berselimut dalam sistem demokrasi yang secara idealnya demokrasi adalah untuk dan oleh rakyat tapi ironisnya sistem ini dimamfaatkan untuk mengeksploitasi rakyat bagai ternak peliharaan.Salah satu faktor penyebab tidak maksimalnya sistem demokrasi diterapkan di indonesia adalah karna pengaruh faktor sejarah penjajahan jangka panjang di indonesia.
Mengutip pendapat R. soenarto Hadiwidjojo, residen pertama republik indonesia yang bertugas di madura sesudah pengakuan kedaulatan menulis dalam buku pamong praja dan sepuluh tahun pembangunan desa mengatakan; bahwa warisan paling menonjol yang ditinggalkan oleh pemerintah kolonial belanda di indonesia adalah warisan kebodohan dan kemiskinan. memang sejak awal kondisi rakyat miskin dan bodoh dimamfaatkan oleh kaum kapitalis sebagai peluang besar untuk menindas rakyat kecil demi melanggengkan dominasi dan meraup keuntungan yang besar.Pembodohan rakyat adalah potensi dan peluang yang di eksekusi dengan baik oleh pemerintah dengan kaum pemilik modal sebagai jalan untuk menindas berkedok kenyamanan, bahkan kaum kapitalis bukan hanya merombak sistem politik dan ekonomi tapi juga sistem pendidikan sebagai jalan pembodohan berkedok pendidikan dengan di seludupkan doktrin doktrin penghasut pembentuk mental karyawan di kalangan pelajar.
Makanya tak heran ketika kita lihat fenomena banyaknya pelajar yang menuntut ilmu dengan motivasi mendapatkan pekerjaan, mirisnya muncul paradigma dimasyarakat bahwa pelajar yang telah lulus strata satu ketika tidak mendapatkan pekerjaan dianggap gagal. Lemahnya penerapan konsep demokrasi secara ideal disebabkan oleh berkurangnya power pemerintah mengendalikan para pemilik modal ,bahkan dalam kebanyakan kasus dalam pemilu maupun pilkada kerap dicampuri kaum berjuis demi kepentingan lewat kepanjangan boneka mereka di instansi pemerintahan. Fungsi dari tampilnya banyak politisi atau pejabat boneka dari kaum berjuis adalah untuk mempermulus segala bentuk usaha kaum kapitalis dalam memperkaya diri, bahkan modal kaum berjuis bisa mengguncangkan perekonomian sebuah negara dengan mudahnya. Mengutip pendapat syang yang bahwa rumus dasar dari kondusifitas sebuah negara adalah jika negara kuat maka rakyat lemah begitupun sebaliknya.
Socrates mengatakan ; sistem demokrasi adalah sistem yang buruk karna dia membiarkan orang bodoh memilih seorang pemimpin. Betrand russel juga berkomentar konsep demokrasi adalah dimana kita memilih pemimpin untuk dipersalahkan dikemudian hari.
Melihat pro- kontra mengenai sistem demokrasi perlu kita sadari bersama bahwa setiap sistem yang diterapkan dalam negara memiliki konsekuensi dan keunggulan yang berbeda hanya perlu bagaimana kita bisa mengawal jalannya pemerintahan dan menghilangkan stigma bahwa rakyat bukannlah variabel politik (sebagaimana kondisi di era orde baru). Rakyat sebagai pemilik mandat sah negara harus bisa berfikir dan memandang secara jernih dalam berbangsa dan bernegara mengawal dan menjamin lajunya pemerintahan dengan kebijakan yang pro rakyat.
Hilal Hidayat sekum HMPH Universitas Wiraraja Periode 2025-2026
*) Konten di Sudut Opini merupakan tulisan opini pengirim yang dimuat oleh Redaksi Sudut Nusantara News (SNN)