Profit Di Atas Jaringan: Kuota Gaib dan Biaya Tersembunyi

Saka Dwi Saputra - Sekretaris YLAK Jember, Advokat (Dok. Istimewa)

Sudut Opini – Di Indonesia terdapat beberapa provider telekomunikasi seluler yang umum dikenal, yaitu Telkomsel, Indosat Ooredoo Hutchison (gabungan Indosat dan Tri), XL Axiata, dan Smartfren. Pada umumnya mereka semua menjual paket data di tengah tingginya kebutuhan masyarakat akan akses internet. Dalam bisnis telekomunikasi, janji akan layanan internet cepat dengan harga terjangkau menjadi daya tarik utama. Namun, di balik janji manis itu, banyak konsumen yang dirugikan oleh praktik-praktik bisnis yang tidak transparan. ‘Kuota gaib’ dan ‘biaya tersembunyi’ bukan sekedar istilah, melainkan representasi nyata dari kerugian yang dialami oleh konsumen.

Kuota gaib merujuk pada fenomena di mana kuota data konsumen berkurang secara tidak wajar dan tidak sesuai dengan aktivitas internet yang mereka lakukan. Ini bukan sekedar masalah teknis, melainkan sebuah persoalan yang memunculkan kecurigaan serius tentang transparansi dan integritas penyedia layanan. Bayangkan skenario ini: seorang konsumen membeli paket data 30 GB. Setelah digunakan, ia memeriksa riwayat pemakaian di ponselnya yang menunjukkan penggunaan total hanya 10 GB. Namun, saat mengecek sisa kuota melalui aplikasi atau SMS dari operator, ia mendapati sisa kuota yang tersedia hanya 5 GB. Ke mana perginya 15 GB sisanya?

Read More

Penyebab “hilangnya” kuota ini sering kali tidak jelas. Ada kemungkinan kuota terpakai oleh pembaruan aplikasi latar belakang atau iklan, namun selisih yang terlalu besar antara data yang tercatat di perangkat dan data dari operator mengindikasikan adanya ketidakberesan. Konsumen tidak bisa memverifikasi penggunaan data secara independen. Mereka hanya bisa bergantung pada catatan operator, yang ironisnya, bisa saja tidak akurat. Ini menempatkan konsumen dalam posisi yang sangat lemah.

Selain itu, seluruh provider seringkali menawarkan kuota berlimpah dengan jangka waktu yang pendek. Saat jangka waktu tersebut habis dan kuota internet masih tersisa, maka otomatis kuota internet tersebut juga hangus atau gaib dimakan sang provider. Berdasarkan data dari Komdigi menyebutkan bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia telah mencapai 221 juta orang atau 79,5 persen dari total populasi. Apabila seluruhnya mengalami kehilangan kuota secara tidak wajar dan mempunyai kuota internet yang tersisa dan hangus, berapa kerugian yang dialami oleh konsumen?

Jika konsumen mengalami hilangnya kuota secara tidak wajar, maka kuota yang seharusnya untuk satu bulan habis dalam kurun waktu kurang dari satu bulan. Hal tersebut tentu saja akan membuat konsumen harus mengeluarkan uang lebih untuk membeli kuota tambahan atau membayar tarif dasar dengan harga lebih mahal.

Terlebih lagi provider-provider tersebut menerapkan sistem kuota terpisah antara kuota utama (nasional) dan kuota lokal, semisal paket kuota 30 GB, mayoritas kuota tersebut adalah kuota lokal bukan kuota utama. Sementara kuota lokal tersebut tidak dapat digunakan apabila keluar dari daerah tertentu. Praktik ini memaksa konsumen untuk mengeluarkan uang lebih banyak dari yang seharusnya. Uang yang seharusnya bisa digunakan untuk kebutuhan lain seperti pulsa telepon arau tagihan listrik, justru habis untuk membeli kembali kuota yang seharusnya masih ada. Ini adalah bentuk kerugian finansial yang signifikan, terutama bagi masyarakat menengah kebawah.

Anggota Komisi VI DPR RI, Sadarestuwati menyoroti praktik hangusnya sisa kuota internet para konsumen Telkomsel yang dinilai merugikan masyarakat dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Direktur Utama PT Telkom Indonesia (Persero). Hal ini membuat keterbukaan kerugian yang dialami oleh konsumen pengguna paket data kuota internet.

Merujuk dalam Pasal 1 Ayat 2 UU No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, berbunyi “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. Sedangkan perlindungan konsumen dalam Pasal 1 Ayat 1 UU tersebut berbunyi “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”. Maka negara harus hadir dalam kepentingan konsumen saat terdapat kerugian yang dialami saat berhadapan dengan Provider penyedia paket data kuota internet yang cenderung mengeruk profit di atas jaringan gaib dan tersembunyi.

 

Saka Dwi Saputra – Sekretaris YLAK Jember, Advokat

 

*) Konten di Sudut Opini merupakan tulisan opini pengirim yang dimuat oleh redaksi Sudut Nusantara News (SNN)

Related posts