Tak Hanya Mengutamakan Keindahan, Keselamatan Wisatawan Menjadi Prioritas Utama

Afrilia Kristanti Putri Mahasiswa Magister Komunikasi Universitas Paramadina (Dok. Pribadi)

Sudut Opini – Pariwisata di Indonesia sering kali dipromosikan dengan kekayaan alam dan budaya yang memukau. Dari pantai eksotis di Bali hingga pesona budaya di Yogyakarta, semuanya seakan mengundang wisatawan untuk datang dan menikmati. Namun, di balik semarak promosi tersebut, satu hal penting justru kerap terabaikan: keselamatan wisatawan.

Kasus pelecehan terhadap wisatawan mancanegara di Bandung dan pemerkosaan di Bali baru-baru ini menjadi tamparan keras bagi dunia pariwisata kita. Kejadian-kejadian ini bukan hanya mencoreng citra daerah wisata, tetapi juga berpotensi menurunkan kepercayaan wisatawan, terutama mancanegara, terhadap keamanan berlibur di Indonesia. Ketika keindahan menjadi daya tarik utama, keselamatan seharusnya menjadi fondasi yang tidak bisa ditawar.

Read More

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) sejak era Sandiaga Salahuddin Uno hingga kepemimpinan saat ini oleh Widiyanti Putri Wardhana memang telah melakukan sejumlah upaya untuk memperbaiki sistem keselamatan wisatawan. 

Namun, sejauh mana upaya itu menjangkau realitas di lapangan, masih perlu kita kritisi bersama. Salah satu langkah positif yang patut diapresiasi adalah penguatan sistem manajemen krisis. Kemenparekraf telah menyusun panduan komunikasi krisis yang disebarkan ke berbagai daerah, termasuk Jawa Barat dan Bali.

Forum Komunikasi Daerah (Forkomda) juga digelar untuk menguatkan sinergi antar-pemangku kepentingan lokal. Namun, panduan dan forum ini perlu diikuti dengan pengawasan yang nyata, bukan sekadar menjadi dokumen formal yang tidak menyentuh praktik di lapangan.

Di sisi lain, mitigasi krisis di destinasi wisata juga mulai dijalankan. Terutama menjelang musim liburan, Kemenparekraf bekerja sama dengan Basarnas untuk mempersiapkan protokol keselamatan. Ini langkah penting, apalagi mengingat karakter geografi Indonesia yang rawan bencana. Tetapi koordinasi antara pusat dan daerah masih menjadi pekerjaan rumah besar, terutama dalam memastikan bahwa standar keselamatan dijalankan secara konsisten oleh para pelaku wisata.

Selain itu, penguatan kolaborasi dan tata kelola pariwisata melalui pembentukan Satgas Tata Kelola di sejumlah daerah juga menunjukkan keseriusan pemerintah. Namun, perlu diperhatikan bahwa pengawasan terhadap pelaku usaha wisata harus dilengkapi dengan sanksi tegas bagi pelanggaran keselamatan.

Jangan sampai hanya menjadi formalitas, sementara praktik di lapangan tetap rawan. Yang juga sangat penting adalah edukasi dan komunikasi publik. Kemenparekraf memang telah menerapkan manajemen komunikasi krisis yang mencakup deteksi isu, siaran pers, hingga edukasi lewat media sosial. 

Tapi edukasi seharusnya tidak hanya bersifat responsif saat krisis terjadi. Edukasi harus menjadi bagian dari budaya pariwisata: mulai dari sopan santun masyarakat lokal, pelatihan pelaku usaha, hingga pemahaman wisatawan terhadap hak dan kewajiban mereka selama berwisata di Indonesia.

Tidak boleh kita lupakan pula kasus kecelakaan bus wisata di Ciater dan Jombang pada Mei 2024. Tragedi tersebut mempertegas pentingnya kolaborasi lintas sektor, terutama dengan Kementerian Perhubungan, dalam menjamin keselamatan moda transportasi wisata. Bus pariwisata yang menjemput pelajar untuk rekreasi seharusnya menjadi sarana kegembiraan, bukan kendaraan menuju tragedi.

Indonesia memang ingin menjadi destinasi wisata kelas dunia. Namun, untuk mencapainya, kita tidak bisa hanya mengandalkan promosi visual dan angka kunjungan. Citra pariwisata sejatinya dibangun dari pengalaman menyeluruh—terutama pengalaman merasa aman dan dihormati selama berlibur.

Maka, marilah kita pahami bersama bahwa pariwisata bukan sekadar tentang keindahan alam dan budaya. Ia juga tentang jaminan bahwa setiap orang yang datang ke negeri ini akan pulang dengan kenangan indah, bukan trauma. Karena sejatinya, keselamatan adalah bentuk keramahan yang paling mendasar.

 

Afrilia Kristanti Putri Mahasiswa Magister Komunikasi Universitas Paramadina

 

*) Konten di Sudut Opini merupakan tulisan opini pengirim yang dimuat oleh redaksi Sudut Nusantara News (SNN)

Related posts